Pahala Nainggolan Klarifikasi Terkait Polemik Kebijakan Larangan Pengecer Jual LPG 3 Kg

JAKARTA – Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, memberikan penjelasan terkait polemik yang muncul akibat kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang sempat melarang pengecer menjual LPG 3 kg. Pahala menjelaskan bahwa KPK telah memberikan rekomendasi kepada Kementerian ESDM untuk memastikan ketepatan penerima subsidi LPG 3 kg.

“Kami ingin memastikan penerima subsidi tepat sasaran. Berdasarkan regulasi yang ada, penerima subsidi LPG 3 kg seharusnya adalah orang miskin dan UKM. Kami ingin data penerima subsidi ini lebih akurat,” ujar Pahala kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/2).

Pahala menambahkan bahwa KPK mengapresiasi langkah Kementerian ESDM yang kini mulai mengumpulkan KTP, dan ia berharap KTP tersebut dapat dipadankan dengan data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dimiliki Kementerian Sosial.

“Karena data orang miskin sudah ada di Kemensos melalui DTKS, kenapa tidak dipadankan saja? Kami mendukung pengumpulan KTP ini, dan langkah selanjutnya seharusnya adalah memadankan NIK dengan DTKS,” jelasnya.

Sejumlah warga antre membeli gas elpiji 3 kilogram di Cibodas, Kota Tangerang, Banten, Rabu (5/2/2025). Foto: Putra M. Akbar/ANTARA FOTO
Sejumlah warga antre membeli gas elpiji 3 kilogram di Cibodas, Kota Tangerang, Banten, Rabu (5/2/2025). Foto: ANTARA

Selain itu, KPK juga menyarankan agar di beberapa daerah tertentu yang tidak memiliki akses atau kebutuhan terhadap LPG 3 kg, pemerintah menggantinya dengan bantuan langsung tunai (BLT).

“Jika pemerintah ingin mensubsidi orang miskin, tapi mereka tidak memiliki kompor, berarti mereka tidak akan menggunakan LPG. Oleh karena itu, kami menyarankan untuk memberikan uang tunai langsung ke rekening mereka,” ujarnya.

Pahala menjelaskan bahwa pemberian bantuan tunai akan memastikan bahwa orang yang membutuhkan benar-benar menerima manfaatnya, tanpa adanya ketergantungan pada distribusi LPG yang bisa terganggu.

Terkait kebijakan yang dikeluarkan Menteri Bahlil, Pahala menyatakan bahwa kebijakan tersebut berbeda dengan rekomendasi KPK. “Bukan masalah distribusi lewat pengecer, yang KPK rekomendasikan adalah ketepatan penerima. Kebijakan Bahlil lebih fokus pada jalur distribusi, sementara kami fokus pada penerima subsidi,” ungkapnya.

Sejumlah warga antre membeli gas elpiji 3 kilogram di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (4/1/2025). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sejumlah warga antre membeli gas elpiji 3 kilogram di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, Selasa (4/1/2025). Foto: Kumparan

Beberapa waktu lalu, kebijakan melarang pengecer menjual LPG 3 kg menuai polemik di masyarakat, yang menyebabkan antrean panjang. Menyikapi hal ini, pemerintah kemudian mencabut kebijakan tersebut.

Bahlil mengakui bahwa kebijakan tersebut kurang tepat dan menimbulkan masalah di masyarakat. Ia menyatakan bahwa pengecer kini telah diubah statusnya menjadi sub pangkalan agar tetap dapat menjual LPG 3 kg.

“Kebijakan ini sempat kurang pas, dan saya sudah minta maaf kepada masyarakat. Kini kami sudah menata kembali agar pengecer bisa beroperasi kembali dan tetap menjual LPG 3 kg,” kata Bahlil dalam sambutannya saat Pembukaan Rakernas Golkar di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Sabtu (8/2).

Bahlil menegaskan bahwa kebijakannya bertujuan untuk mencegah adanya mark up harga pada gas LPG 3 kg. Ia mengungkapkan bahwa pemerintah sudah mensubsidi LPG 3 kg dengan harga Rp 36.000 per tabung, namun masih banyak masyarakat yang membeli dengan harga Rp 25.000 hingga Rp 30.000.

“Pemerintah sudah memberikan subsidi, tetapi harga di pasar masih tinggi. Kami tidak bisa tinggal diam melihat hal ini, meskipun kebijakan ini tidak populer di masyarakat,” tambah Bahlil.

Tinggalkan Balasan