JAKARTA — Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan bahwa usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, bukanlah instruksi atau pesanan khusus dari Presiden Prabowo Subianto. Menurut Fadli, wacana pemberian gelar tersebut telah bergulir sejak lama dan melalui kajian yang cukup mendalam.
“Enggak ada (pesanan dari Presiden Prabowo). Itu sudah menjadi usulan lama. Penilaiannya juga sudah berlangsung cukup lama,” ujar Fadli saat ditemui di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (6/5/2025).
Politisi Partai Gerindra itu menambahkan bahwa selain Soeharto, masih banyak tokoh bangsa lain yang juga layak dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, namun hingga kini belum mendapatkannya. Ia menyebut di antaranya Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
“Kepada Pak Harto, kepada Gus Dur, dan banyak tokoh lain. Banyak yang sudah selayaknya mendapat gelar pahlawan, tapi belum diberikan,” ucap Fadli.
Fadli juga menyoroti peran penting Soeharto dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Saat itu, Soeharto masih berpangkat Letnan Kolonel dan menjadi komandan lapangan dalam aksi militer yang berhasil mengguncang dominasi Belanda dan memperkuat posisi diplomasi Indonesia di forum internasional.
“Tidak bisa dipungkiri, Letkol Soeharto yang memimpin serangan itu. Dalam sejarah mana pun, saya tantang siapa pun sejarawan yang membantah hal itu,” tegasnya.
Fadli menambahkan, Serangan Umum 1 Maret menjadi bukti eksistensi Republik Indonesia di mata dunia, yang kemudian dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh seperti Sutan Sjahrir dan Agus Salim untuk menegaskan bahwa Indonesia masih berdaulat dan memiliki kekuatan militer nyata.
Usulan pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto kembali menguat setelah pada tahun 2024, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) resmi mencabut Tap MPR Nomor XI Tahun 1998 yang terkait dengan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), yang sebelumnya mencantumkan nama Soeharto.