Aceh, meskipun menerapkan syariat Islam, tidak memiliki bioskop seperti yang ada di Arab Saudi. Hal ini mendorong Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, untuk mengusulkan pembangunan bioskop di Aceh, mengingat perkembangan industri film nasional yang semakin berkembang.
“Saya menyarankan agar bioskop dibuka kembali di Aceh, karena secara nasional, ekosistem film kita sedang dalam tren yang sangat baik,” ungkap Fadli Zon saat ditemui di Taman Pintar, Yogyakarta, pada Jumat (17/1).
Bioskop terakhir di Aceh diperkirakan tutup pada pertengahan 1990-an, setelah diberlakukannya syariat Islam pada tahun 2001 yang diikuti dengan qanun (peraturan daerah berbasis syariat) yang melarang kegiatan hiburan yang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
“Memang di Aceh mungkin masih ada tantangan terkait qanun yang ada. Namun, tentu perlu ada penyesuaian dalam hal ini,” jelas Fadli Zon.
Sebagai contoh, Fadli merujuk pada negara-negara Islam di Timur Tengah yang memiliki banyak bioskop. “Negara-negara Islam di Timur Tengah seperti Doha dan Arab Saudi memiliki banyak bioskop,” ujarnya.
Fadli juga menambahkan, “Bioskop tetap diperlukan sebagai platform hiburan. Menonton di bioskop jelas berbeda dengan menonton di rumah, mulai dari kualitas suara, gambar, hingga sensasinya.”
Bioskop di Arab Saudi
Bagaimana dengan situasi bioskop di Arab Saudi, negara yang dulu dikenal sangat konservatif?
Bioskop di Arab Saudi mulai beroperasi kembali pada 2018, setelah lebih dari 35 tahun tidak ada. Kehadiran bioskop ini seiring dengan perubahan besar yang dibawa oleh Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) sejak ia diangkat sebagai Putra Mahkota pada tahun 2017. Visi Saudi 2030 yang digagas MBS bertujuan untuk mengubah negara ini menjadi lebih modern dan terbuka.
Bioskop pertama di Arab Saudi dibuka di Riyadh pada April 2018, diikuti oleh Jeddah dan kota-kota lainnya. Arab Saudi merencanakan untuk membuka 350 bioskop dengan 2.500 layar hingga tahun 2030, dengan proyeksi pendapatan tahunan sekitar USD 1 miliar (Rp 16 triliun) dari tiket box office. Ini diperkirakan akan menjadikan Arab Saudi sebagai pasar film terbesar kesebelas di dunia dan memproduksi 70 film lokal setiap tahun.
Industri bioskop ini diprediksi akan memberikan kontribusi sebesar USD 24 miliar bagi perekonomian negara dan menciptakan lebih dari 30.000 lapangan pekerjaan baru.
Perkembangan Terbaru di 2024
Pada 2024, Arab Saudi meluncurkan paket insentif untuk mengembangkan industri bioskop dengan menurunkan harga tiket. Enam perusahaan bioskop di negara itu menurunkan harga tiket menjadi 50-55 riyal (sekitar Rp 240 ribu), dari harga sebelumnya yang sekitar 85 riyal (Rp 371 ribu).
Meskipun harga tiket menurun, harga tiket bioskop di Arab Saudi tetap lebih mahal dibandingkan dengan negara-negara Teluk lainnya, seperti Oman dan Qatar, yang berkisar antara USD 9 (Rp 148 ribu) hingga USD 12 (Rp 197 ribu).
Arab Saudi tetap mempertahankan posisi teratas di Timur Tengah dalam hal pendapatan tahunan bioskop sejak 2020, dengan film-film lokal dan internasional mendominasi box office. Pada semester pertama 2024, film lokal seperti “Mandoob” berhasil meraih pendapatan 29 juta riyal, sementara film internasional “Bad Boys: Ride or Die” meraih 66,8 juta riyal.