Washington D.C. – Elon Musk resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Kepala Department of Government Efficiency (DOGE) pada Rabu (28/5), menandai berakhirnya keterlibatan tokoh teknologi tersebut dalam pemerintahan Amerika Serikat. Keputusan ini diumumkan Musk melalui unggahan di platform X, dan dikonfirmasi oleh Gedung Putih.
Pengunduran diri Musk datang di tengah meningkatnya ketegangan antara dirinya dan Presiden Donald Trump, khususnya terkait rancangan undang-undang pengeluaran negara yang dinilainya bertentangan dengan misi efisiensi anggaran yang diemban DOGE.
“Karena masa jabatan saya sebagai Pegawai Pemerintah Khusus akan segera berakhir, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Presiden Trump atas kesempatan yang diberikan untuk mengurangi pemborosan pengeluaran,” tulis Musk, mengutip AFP.
“Misi DOGE akan terus hidup sebagai prinsip tata kelola,” tambahnya.
DOGE merupakan unit khusus yang dibentuk Presiden Trump pada awal 2025, dengan mandat memangkas belanja pemerintah federal secara signifikan dan merampingkan birokrasi. Musk, sebagai pemimpin unit ini, sempat menjanjikan penghematan hingga USD 2 triliun selama masa jabatannya.
RUU Belanja Besar-Besaran Jadi Titik Balik
Sebelum mengundurkan diri, Musk secara terbuka mengkritik RUU “One Big, Beautiful Bill” yang disahkan oleh DPR AS. RUU ini menggabungkan pemangkasan pajak dan peningkatan belanja dalam satu paket kebijakan besar, yang menurut Musk, justru memperburuk defisit anggaran.
“Sejujurnya, saya kecewa melihat RUU belanja besar-besaran itu,” ujarnya dalam wawancara dengan CBS News pada Selasa (27/5).
“Rancangan itu malah menambah defisit, bukan menguranginya, dan merusak kerja yang sudah dilakukan oleh tim DOGE.”
Musk mengklaim selama 130 hari memimpin DOGE, dirinya berhasil menghemat sekitar USD 175 miliar, meski angka tersebut belum diverifikasi secara independen. DOGE juga dilaporkan telah memangkas sekitar 12 persen dari total pegawai sipil federal, atau sekitar 260 ribu orang, melalui skema pensiun dini, tekanan administratif, dan pemutusan kontrak.
Dampak dan Kontroversi
Langkah-langkah efisiensi yang diambil DOGE di bawah kepemimpinan Musk menuai pro dan kontra. Beberapa pihak menilai kebijakan tersebut menyebabkan terganggunya layanan publik, membengkaknya biaya logistik, serta hilangnya tenaga ahli di bidang penting seperti sains dan teknologi. Bahkan, sejumlah lembaga yang dibubarkan DOGE akhirnya kembali diaktifkan atas keputusan pengadilan.
Tak hanya itu, Musk juga terlibat konflik dengan sejumlah anggota kabinet Trump, termasuk Menteri Luar Negeri Marco Rubio, Menteri Keuangan Scott Bessent, dan penasihat perdagangan Peter Navarro. Ketegangan memuncak saat Musk menyebut Navarro “lebih dungu dari sekarung bata” dalam sebuah forum internal, yang dibalas Navarro dengan tenang: “Saya pernah disebut lebih buruk dari itu.”
Gaya Kepemimpinan yang Keras
Gaya kepemimpinan Musk yang dikenal tanpa kompromi turut menjadi sorotan. Ia sempat mewajibkan seluruh pegawai federal melaporkan lima pencapaian mingguan—siapa pun yang gagal melaporkan dianggap telah mengundurkan diri. Ia juga secara terbuka menolak sistem kerja jarak jauh, menyebutnya sebagai “privilege era COVID” yang harus dihentikan.
Salah satu keputusan paling kontroversial Musk adalah penutupan USAID, lembaga bantuan pembangunan internasional AS, yang ia sebut sebagai “kumpulan cacing yang tak bisa diperbaiki”. Menurut klaim Musk, langkah tersebut telah didiskusikan dan disetujui langsung oleh Trump.
Masa Depan DOGE dan Pemerintahan Trump
Belum jelas siapa yang akan menggantikan Musk di DOGE. Namun, sejumlah sumber internal menyebutkan bahwa Gedung Putih kini tengah mengevaluasi struktur dan peran unit tersebut di tengah sorotan publik yang terus meningkat.
Pengunduran diri Musk sekaligus mencerminkan dinamika internal pemerintahan Trump periode kedua, di mana ketegangan antara visi personal dan arah kebijakan kolektif tampak semakin nyata.