Bank Dunia (World Bank) mencatat bahwa kinerja penerimaan pajak Indonesia termasuk salah satu yang terburuk di dunia, bahkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata negara-negara ASEAN.
Dalam kajian terbaru tentang kesenjangan PPN dan PPh Badan di Indonesia, World Bank menyebutkan bahwa rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hanya mencapai 9,1 persen pada tahun 2021. Angka ini sangat rendah dibandingkan negara-negara berpenghasilan menengah lainnya di Asia Tenggara, seperti Kamboja (18 persen), Malaysia (11,9 persen), Filipina (15,2 persen), Thailand (15,7 persen), dan Vietnam (14,7 persen).
“Rasio penerimaan pajak Indonesia terhadap PDB termasuk yang terendah di dunia, yaitu hanya 9,1 persen pada 2021,” ungkap kajian World Bank, yang dirilis pada Kamis (27/3).
World Bank juga mencatat bahwa Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam rasio penerimaan pajak terhadap PDB dalam satu dekade terakhir. Pada tahun 2021, rasio ini menunjukkan penurunan sekitar 2,1 poin persentase dibandingkan sepuluh tahun sebelumnya. Krisis COVID-19 semakin memperburuk kondisi ini, yang menyebabkan penurunan tajam menjadi 8,3 persen pada tahun 2020.
Kinerja PPN dan PPh Badan
Salah satu jenis pajak yang menjadi perhatian World Bank adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan), yang merupakan sumber utama penerimaan pajak di Indonesia. Meskipun keduanya lebih produktif dibandingkan instrumen pajak lainnya, penerimaan dari PPN dan PPh Badan masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Pada tahun 2021, PPh Badan dan PPN menyumbang sekitar 66 persen dari total penerimaan pajak Indonesia, yang setara dengan sekitar 6 persen dari PDB. Namun, efisiensi pemungutan pajak Indonesia tercatat lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Faktor-faktor seperti kepatuhan pajak yang rendah, tarif pajak efektif yang relatif rendah, dan basis pajak yang sempit turut berkontribusi pada rendahnya penerimaan pajak.
“Estimasi menunjukkan bahwa efisiensi pemungutan pajak Indonesia lebih rendah daripada negara-negara tetangga, dan kesenjangan pajak semakin meningkat,” kata World Bank.
Efisiensi PPN di Indonesia juga tercatat secara konsisten berada di bawah rata-rata negara-negara tetangga. Misalnya, pada tahun 2018, efisiensi PPN Indonesia mencapai puncaknya di angka 58 persen, namun masih 1 poin persentase di bawah rata-rata negara-negara berkembang di Asia. Pada tahun 2019, efisiensi PPN Indonesia bahkan 17 poin persentase lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga regional.
Penyebab Kesenjangan Pajak
World Bank juga mengungkapkan bahwa Indonesia menghadapi kesenjangan pajak yang signifikan. Estimasi rata-rata kesenjangan antara PPN dan PPh Badan tercatat sekitar 6,4 persen dari PDB, atau sekitar Rp 944 triliun, antara tahun 2016 hingga 2021. Ketidakpatuhan menjadi faktor terbesar dalam kesenjangan ini, dengan dampak yang lebih besar terhadap penerimaan PPN dibandingkan kebijakan perpajakan.
Meski demikian, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan penerimaan pajak, salah satunya dengan pengesahan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (HPP) pada Oktober 2021. Melalui undang-undang ini, tarif standar PPN dinaikkan dan pengecualian tertentu dihapuskan. Selain itu, pembatalan penurunan tarif PPh Badan diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak sekitar 0,7 persen hingga 1,2 persen dari PDB per tahun dari 2022 hingga 2025.
Namun, World Bank menegaskan bahwa pemungutan pajak di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan dan memerlukan peningkatan lebih lanjut.