JAKARTA – Tekanan terhadap nilai tukar rupiah semakin besar seiring dengan keluarnya modal asing dari pasar keuangan domestik. Bank Indonesia (BI) mencatat, dalam periode 24-27 Februari 2025, investor asing mencatatkan jual neto sebesar Rp 10,33 triliun.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menyebutkan aliran dana asing keluar berasal dari jual neto Rp 7,31 triliun di pasar saham, Rp 1,24 triliun di Surat Berharga Negara (SBN), dan Rp 1,78 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
“Berdasarkan data transaksi 24-27 Februari 2025, nonresiden tercatat jual neto sebesar Rp 10,33 triliun,” ujar Denny dalam keterangannya, Sabtu (1/3).
Selain itu, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun per 27 Februari 2025 naik menjadi 75,13 basis poin (bps) dari 70,34 bps pada 21 Februari 2025, mencerminkan meningkatnya risiko investasi.
Rupiah Tertekan, Yield SBN Naik
Pelemahan rupiah terlihat jelas pekan ini. Pada Kamis (27/2), rupiah ditutup di level Rp 16.445 per dolar AS, lalu melemah kembali ke Rp 16.520 per dolar AS pada Jumat (28/2) pagi. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah ditutup melemah 141 poin atau 0,86 persen ke level Rp 16.595 per dolar AS pada perdagangan Jumat.
Sejalan dengan depresiasi rupiah, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun naik dari 6,88 persen pada Kamis (27/2) menjadi 6,93 persen pada Jumat (28/2). Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) menguat ke 107,24, semakin menekan nilai tukar rupiah.
Di sisi lain, yield US Treasury (UST) tenor 10 tahun justru turun ke 4,260 persen, menandakan meningkatnya minat investor global terhadap aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi.
Bank Indonesia memastikan akan terus memantau dinamika pasar keuangan dan mengambil langkah strategis guna menjaga stabilitas rupiah serta ketahanan ekonomi eksternal Indonesia.
“BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan ekonomi Indonesia,” tutup Denny.