Desakan Penindakan Tegas Ormas dan Debt Collector Anarkis Meningkat, DPR Soroti Ketegasan Aparat

Jakarta – Meningkatnya aksi-aksi anarkistis oleh sejumlah organisasi masyarakat (ormas) dan kelompok debt collector kembali menjadi sorotan publik. Anggota Komisi III DPR RI menegaskan bahwa negara tidak boleh kalah terhadap tindakan premanisme yang mengganggu ketertiban umum dan mengancam keselamatan warga. (24 April 2025)

Anggota Komisi III DPR Rudianto Lallo menyatakan bahwa aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, harus bertindak tegas terhadap ormas yang melanggar hukum dan melakukan kekerasan.

“Tidak ada cerita negara kalah oleh siapa pun. Kepolisian sebagai alat negara harus hadir dan menjalankan fungsinya dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat,” ujar Rudianto di Kompleks Parlemen, Senayan.

Politikus Partai NasDem itu menyoroti aksi-aksi ormas yang bahkan sampai melakukan perusakan dan pembakaran aset negara, termasuk kendaraan dinas kepolisian. Ia menekankan bahwa tindakan-tindakan tersebut sudah masuk dalam kategori pidana dan harus ditindak tanpa pandang bulu.

“Kalau dibiarkan, berarti negara kalah oleh oknum-oknum ormas yang meresahkan masyarakat,” tegasnya.

Premanisme Berkedok Debt Collector

Sementara itu, kasus dugaan pengeroyokan yang dilakukan oleh sekelompok debt collector di depan Kantor Polsek Bukit Raya, Pekanbaru, turut menjadi perhatian Komisi III DPR RI. Peristiwa yang terjadi pada Sabtu dini hari, 19 April 2025, itu memperlihatkan aksi penarikan paksa sebuah mobil milik seorang perempuan oleh kelompok yang menyebut diri mereka Fighter.

Anggota Komisi III DPR RI Martin Daniel Tumbelaka menyebut insiden tersebut sebagai bentuk kegagalan pengawasan dan ketegasan penegakan hukum terhadap praktik debt collector yang menyimpang.

“Kasus ini bukan hanya pelanggaran pidana biasa, tetapi cerminan lemahnya perlindungan terhadap masyarakat dari kekerasan yang dilegitimasi oleh urusan bisnis utang-piutang,” kata Martin dalam keterangan tertulisnya.

Ia juga menyoroti ketidaktegasan aparat dalam melindungi korban, padahal kejadian tersebut berlangsung di depan kantor polisi, dan disebutkan ada 10 anggota polisi yang hanya menyaksikan tanpa bertindak.

“Negara tidak boleh diam terhadap kekerasan. Praktik penagihan utang yang disertai intimidasi atau kekerasan harus diakhiri. Pelaku harus dijerat pasal penganiayaan dan perusakan,” tegas Martin.

Kapolda Riau Meradang

Menanggapi peristiwa di Polsek Bukit Raya, Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan menyampaikan kekecewaan dan kemarahannya. Ia menyatakan bahwa peristiwa tersebut mencoreng nama baik institusi kepolisian.

“Saya malu dan marah. Kejadian itu merusak marwah kita sebagai polisi. Bagaimana mungkin aksi perusakan bisa terjadi di kantor polisi tanpa adanya tindakan?” ujarnya tegas.

Irjen Herry menegaskan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam kelalaian tersebut, dari Kapolsek hingga jajaran terkait, akan dimintai pertanggungjawaban.

Tinggalkan Balasan