Di Mahan Agung, Iyay Mirza Dijaga Pusaka Jaga Pati Demi Mayang Bekekhang

LAMPUNG – Rahmat Mirzani Djausal, atau yang lebih dikenal dengan Iyay Mirza, diantar secara adat oleh masyarakat Lampung Pepadun menuju Rumah Dinas Mahan Agung. Kedatangan Gubernur Lampung ini disambut hangat oleh masyarakat adat Lampung Pesisir.

Erdiansyah gelar (adok) Gusti Pn Igama Ratu, penyimbang Say Batin Kebandaran Marga Balak Telukbetung, menyambut penyerahan dari masyarakat adat, terutama dari Sungkay Bunga Mayang. Dalam prosesi tersebut, Erdiansyah memberikan pusaka serta pakaian kebesaran kepada Iyay Mirza.

Pusaka yang diberikan oleh Marga Balak Telukbetung berupa sebuah keris yang dinamakan Keris Jaga Pati, serta pakaian kebesaran berupa kain sembika dan topi tapis (picung) yang diberi nama Mayang Bekekhang, ungkap Erdiansyah kepada Helo Indonesia, Sabtu (8/3/2025).

Gusti Pn Igama Ratu menjelaskan bahwa kain sembika dan picung tersebut melambangkan kehormatan. “Secara filosofis, kami memberikan kepercayaan kepada Pak Gubernur untuk menjaga kehormatan masyarakat Lampung,” ujarnya.

Kehormatan masyarakat adat Lampung, lanjutnya, berakar pada falsafah hidup masyarakat adat Lampung itu sendiri.

PUSAKA

Keris Jaga Pati memiliki makna mendalam, yakni simbol masyarakat Lampung yang berusaha menjaga Iyay Mirza agar selalu terlindungi dari bahaya. “Jaga artinya menjaga, pati artinya bahaya. Jaga Pati adalah simbol masyarakat Lampung yang menjaga Iyay Mirza dari segala marabahaya,” jelasnya.

PICUNG

Topi atau picung yang dinamakan Mayang Bekekhang memiliki filosofi tersendiri. “Mayang berarti burung elang, dan Bekekhang artinya berjemur,” jelasnya. “Kita harus bangga memiliki kekayaan tradisi yang mengajarkan adat terhadap lingkungan sosial,” tambah Anshori Djausal. Dengan nilai-nilai budaya tersebut, masyarakat Lampung diajarkan untuk hidup dalam kedamaian.

Gubernur Mirza dan Wulan Sari, bersama dengan jajaran Forkopimda, diarak dalam sebuah prosesi adat yang membuka pintu rumah. Sebagai ungkapan rasa syukur, Iyay Mirza bersama Forkopimda Provinsi Lampung turut menari Ngigel di Mahan Agung, Rabu (5/3/2025).

Tradisi ini memiliki makna filosofis yang dalam sebagai simbol kebersamaan, keterbukaan, dan gotong royong dalam membangun daerah.

Tradisi “Ngantak”

“Ngantak” adalah tradisi turun-temurun di Lampung yang melambangkan keterbukaan tuan rumah dalam menyambut tamu. “Tradisi ini adalah simbol eratnya persaudaraan, kebersamaan, serta komitmen dalam membangun daerah dan bangsa,” ujar Iyay Mirza.

Menurut Gubernur, Ngantak, yang berarti membuka pintu, dimaknai sebagai simbol keterbukaan Pemerintah Provinsi Lampung dalam menerima aspirasi masyarakat. “Pintu ini kita buka, tidak hanya secara fisik, tetapi juga simbol keterbukaan dalam berpikir, bertindak, dan berinovasi,” tegasnya.

Iyay Mirza mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mempererat persaudaraan, memperkuat komitmen, dan meningkatkan semangat kerja bersama demi mewujudkan Lampung Maju Menuju Indonesia Emas 2045. “Dalam perjalanan pembangunan Lampung, kita tidak bisa berjalan sendiri. Kita membutuhkan sinergi, kolaborasi, dan gotong royong dari semua elemen masyarakat,” tambahnya.

Acara ini turut dihadiri oleh Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, Forkopimda, Kepala OPD, Pimpinan Instansi Vertikal, tokoh adat, tokoh agama, serta perwakilan organisasi masyarakat dan tamu undangan lainnya.

(Dilansir dari Helo Indonesia)

Tinggalkan Balasan