Lampung – Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Lampung pada Februari 2025 mengalami deflasi sebesar 0,66% (mtm), sedikit lebih rendah dibandingkan deflasi Januari 2025 yang tercatat 0,71% (mtm). Angka ini juga lebih besar dibandingkan deflasi nasional yang tercatat 0,48% (mtm). Secara tahunan (yoy), deflasi di Lampung mencapai 0,02%, lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 1,04% (yoy), namun lebih tinggi dibandingkan deflasi nasional yang tercatat 0,09% (yoy).
Faktor Penyebab Deflasi
Deflasi Februari 2025 utamanya dipicu oleh penurunan tarif listrik serta harga beberapa komoditas pangan, seperti cabai merah, tomat, bawang merah, dan susu cair kemasan. Adapun kontribusi terhadap deflasi masing-masing adalah:
- Tarif listrik: -0,57% (mtm)
- Cabai merah: -0,12% (mtm)
- Tomat: -0,04% (mtm)
- Bawang merah: -0,04% (mtm)
- Susu cair kemasan: -0,03% (mtm)
Penurunan tarif listrik terjadi akibat pemberlakuan diskon listrik 50% oleh PT PLN (Persero) bagi pelanggan rumah tangga dengan daya 450 VA hingga 2.200 VA selama Januari-Februari 2025. Sementara itu, harga bawang merah turun karena masuknya musim panen di Kabupaten Indramayu, yang merupakan pemasok utama bagi Provinsi Lampung.
Faktor Penghambat Deflasi
Meski mengalami deflasi, ada beberapa komoditas yang mengalami kenaikan harga dan menahan laju penurunan, di antaranya:
- Emas Perhiasan: +0,05% (mtm)
- Bahan Bakar Rumah Tangga: +0,03% (mtm)
- Salak: +0,03% (mtm)
- Bensin: +0,02% (mtm)
Kenaikan harga emas perhiasan dipicu oleh naiknya harga emas dunia akibat ketidakpastian ekonomi global. Sementara itu, harga bahan bakar rumah tangga dan bensin meningkat seiring dengan kebijakan pemerintah yang menaikkan harga BBM non-subsidi serta harga bahan bakar rumah tangga subsidi di awal tahun. Adapun harga salak naik akibat tingginya curah hujan dan bencana banjir yang terjadi di Februari 2025.
Proyeksi dan Strategi Pengendalian Inflasi
Ke depan, Bank Indonesia (BI) Lampung memperkirakan inflasi akan tetap terjaga dalam rentang target 2,5±1% (yoy) sepanjang 2025. Namun, beberapa risiko inflasi tetap perlu diantisipasi, termasuk:
- Inflasi Inti:
- Peningkatan permintaan akibat kenaikan UMP 2025 sebesar 6,5%.
- Kenaikan harga emas dunia akibat ketidakpastian geopolitik dan kebijakan ekonomi AS.
- Peningkatan konsumsi selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
- Inflasi Pangan (Volatile Food):
- Potensi kenaikan harga beras akibat puncak musim tanam.
- Risiko gagal panen akibat hujan tinggi dan bencana banjir.
- Peningkatan permintaan bahan makanan saat Ramadhan dan Idul Fitri.
- Inflasi Administered Price:
- Normalisasi tarif listrik setelah berakhirnya diskon 50% dari PLN.
- Kenaikan harga BBM non-subsidi.
Untuk mengendalikan inflasi, BI dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Lampung akan menerapkan strategi 4K, yakni:
- Keterjangkauan Harga
- Melakukan operasi pasar beras/SPHP secara terarah.
- Memantau harga dan pasokan beras, cabai, telur, dan daging ayam.
- Ketersediaan Pasokan
- Perluasan Toko Pengendalian Inflasi di seluruh Lampung.
- Penguatan kerja sama antar daerah (KAD) untuk komoditas defisit.
- Kelancaran Distribusi
- Meningkatkan kapasitas transportasi udara.
- Memastikan keberlanjutan program Mobil TOP (Transportasi Operasi Pasar).
- Komunikasi Efektif
- Rapat koordinasi mingguan untuk memantau harga dan pasokan.
- Kampanye belanja bijak untuk mencegah panic buying menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.
Dengan strategi ini, diharapkan inflasi tetap terkendali dan daya beli masyarakat tetap terjaga di sepanjang tahun 2025.